Sudah tiga negara di dunia yang memberi lisensi izin edar alat rapid test COVID-19 buatan Santo Purnama, orang Indonesia yang merupakan pendiri Sensing Self, perusahaan yang bergerak dalam bidang penyedia alat medis mandiri berbasis di Singapura.
Tiga negara tersebut adalah India, Amerika Serikat, dan beberapa negara di Eropa. Alat Rapid Test yang diciptakan oleh tim Sensing Self tersebut memungkinkan setiap orang untuk melakukan pengetesan sendiri di rumah masing-masing. Hasil uji coba yang telah dilakukan di India menunjukkan bahwa alat rapid test virus corona Sensing Self punya tingkat keakuratan mencapai 92 persen, dan hasil bisa keluar dalam waktu 10 menit.
“Jadi seperti begini, dari 100 orang yang dites, 100 orang itu positif, sekitar 92 orang kemungkinan besar memang positif COVID-19. Meski begitu, kalau misalkan ada yang terdeteksi positif, tetap harus dilakukan uji laboratoriumlanjutan dengan alat yang lebih lengkap lagi di rumah sakit,” ujar Santo, saat dihubungi kumparanSAINS, Kamis (2/4).
Meski hasilnya keluar secara instan, tes ini masih berbasis serologi, yakni pengidentifikasian virus berdasarkan antibodi yang terbentuk dalam tubuh setelah terinfeksi virus. Pada orang yang terinfeksi virus kurang dari seminggu, respons imun tubuh belum terbentuk.
Untuk menyiasatinya, rapid test bakal kembali dilakukan 6 atau 7 hari kemudian setelah tes pertama dilakukan. Selain itu, perlu juga konfirmasi ulang dengan tes PCR (polumerase chain reaction), yang hasilnya lebih akurat karena menggunakan spesimen swab tenggorokan.
Menurut Santo, keunggulan alat rapid test Sensing Self ciptaannya terletak pada enzim yang terdapat dalam alat tes tersebut. Enzim adalah biomolekul berupa protein yang berfungsi sebagai katalis atau senyawa yang mempercepat proses reaksi dalam suatu proses kimia organik. Dalam rapid test, enzim berperan dalam menentukan hasil tes COVID-19 yang dilakukan seseorang.
“Teknologi yang kita miliki bukan terletak pada kertasnya, tapi ada di enzimnya. Enzim itu kalau tidak diperhatikan, misalnya waktu ditaruh tidak dijaga suhunya atau segala macam, enzim itu bisa rusak,” ujar Santo, yang kini tinggal di San Francisco, AS, tersebut.
Oleh sebab itu, katanya, banyak alat rapid test buatan perusahaan lain yang justru memiliki tingkat keakuratan yang sangat rendah. Ini tak lain karena enzim yang mereka buat tidak diperhatikan atau kemungkinan enzimnya sudah rusak.
“Jadi perusahaan kami, Sensing Self itu benar-benar memerhatikan enzim yang kami buat, dan kami tahu bagaimana cara penanganan yang bagus. Sehingga akurasinya mendapat pencapaian yang paling tinggi,” ujarnya. Alat rapid test dengan basis antibodi dari Sensing Self ini dibanderol seharga Rp 160 ribu per unitnya.